19 October 2005

Machiavelli

Nicollo di Bernardo Machiavelli (1469 – 1527) -- ada lumpur terpalit di atas nama tersebut. Lumpurnya busuk, kotor dan pekat. Dia menjadi contoh buruk mereka yang baru mula berjinak-jinak dengan politik kotor matlamat menghalalkan cara.

Ungkapan berkenaan – matlamat menghalalkan cara – menjadi ungkapan sinonim kepada sang pemimpin yang bertindak sewenang-wenang memimpin bagai bersultan di mata, beraja di hati. Tiada contoh yang baik dinyatakan pada dirinya. Inilah malang menjadi seorang insan bernama Machiavelli, tiada sisi baik pada dirinya melainkan sisi buruk.

Principe II (Pemimpin) atau Politik Kekuasaan menjadi semacam rujukan utama bagi mereka yang berhujah tentang tori buruk Machiavelli dalam ilmu politik moden. Kelibatnya sama seperti Adam Smith yang membentuk teori ekonomi moden – kapitalisme.

Namun begitu, ramai yang tidak tahu tentang sebuah lagi karyanya – iaitu selepas Principe II. Karya itu mengesahkan nilai-nilai baiknya mempromosi apa yang dipanggil sebagai politik kerakyatan ataupun sistem pemerintahan republik. Karya tersebut

“Sekelompok rakyat terpaksa mempertahankan diri. Mereka memilih seorang yang gagah-berani menjadi pemimpin, lalu menjadi raja. Jika sesuadah itu mereka memilih raja lagi, maka yang terpilih biasanya orang yang lebih bijaksana, bukan yang sekedar gagah berani.

“Ketika rakyat menjadikan jabatan raja itu turun temurun, maka timbullah kerajaan (principato). Namun mutu keturunan raja sering merosot, mungkin kerana keturunan itu tidak perlu lagi berjuang seperti pendahulunya. Raja pengganti itu tahunya cuma menempatkan diri di atas semua orang, sehingga ia sering dibenci oleh rakyat, lalu ditakuti, lalu dilawan. Pemimpin perlawanan itu menjadi tiran, biasanya seorang yang pada awalnya justru pembela pihak yang tertindas.

“Tirani memancing persengkokolan. Akibatnya timbullah perlawanan yang dipimpin oleh beberapa orang dari kalangan atas, yang tidak mau kehormatan mereka diinjak. Hasilnya adalah pemerintahan aristokrasi. Namun jika jabatan mereka turun temurun, maka lagi-lagi mutu keturunan mereka akan merosot menjadi oligarki.

“Jika rakyat, yang melawan tirani dan oligarki, tidak sudi menyerahkan kekuasaan kepada segelintir pemimpin, maka akan muncul demokrasi. Biasanya, demokrasi akan bertahan selama generasi pejuang tadi masih hidup. Sesudah itu tak ada lagi pemimpin yang diakui dan hukum pun diabaikan. Timbullah anarki.

“Manakah yang memadai dari dua kelompok pola pemerintahan ini? Ternyata tak satu pun! Kelompok yang mengarah ke kiri tidak memadai kerana biasanya berumur pendek. Kelompok yang mengarah ke kanan juga tidak, karena dampaknya yang merusak.

“Yang memadai hanyalah ramuan dari keenam pola tersebut. Oleh karena itu peletak dasar suatu negara yang bertanggungjawab tidak akan memakai hanya salah satu pola, melainkan merancang suatu pola yang mengandung berbagai unsur dari keenam pola. Dengan demikian berbagai unsur yang berbeda-beda itu akan saling mengontrol satu sama lain. Contoh: Republik Roma (509 - 27SM).”

Berikut merupakan sebahagian kata-kata daripada buku Politik Kerakyatan Menurut Niccolo Machiavelli (Discorsi). Buku ini adalah daripada siri Seri Kembali Ke Dasar terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Buku ini juga antara lainnya terkandung pendapat Machiavelli daripada karyanya yang bertajuk Discorsi, iaitu karya yang dihasilkan selepas buku The Prince.